Demokrasi Liberal Kedua kembali menggejala di Indonesia sejak 1998. Setelah Suharto berhenti sebagai presiden, Habibie (wakilnya) naik sebagai pejabat presiden dengan masa 512 hari. Habibie berbeda dengan Suharto karena memutuskan melepas katup demokratisasi Indonesia yang terhambat sejak awal 1990-an pasca runtuhnya komunisme.

Transisi demokrasi segera dimulai dengan indikasi perizinan kebebasan berpendapat secara penuh, perizinan demonstrasi, pembebasan tahanan politik yang masih ada jika kasusnya tidak bertentangan dengan ketetapan MPR, termasuk upaya pemberian amnesti dan rehabilitasi atas mereka. Selain itu, hal yang cukup signifikan adalah peninjauan atau pertimbangan guna mencabut undang-undang subversi tahun 1963. [1] Di bidang politik, prestasi tertingginya adalah keberhasilan menyelenggarakan Pemilu demokratis pertama pasca Orde Baru pada pada 5 Juni 1999 dan pengumuman hasilnya 7 Juni 1999 secara on schedule. Pemilu tersebut berlangsung terbuka dan damai kendati diikuti oleh 48 partai politik.

Kelebihan Demokrasi Liberal
Sumber Foto:
https://w7.pngwing.com/pngs/987/756/png-transparent-the-democratic-paradox-liberal-democracy-liberalism-united-states-united-states-comics-text-friendship-thumbnail.png

Pemilu 1999 merupakan preseden baik bagi penyelenggaraan pemilu-pemilu selanjutnya ketika Indonesia berada dalam sistem politik Demokrasi Liberal. Mengikuti contoh Pemilu 1999, setiap pemilu yang dilangsungkan sesudahnya (2004 dan 2009) berlangsung secara transparan dan mengikutsertakan wakil-wakil partai politik dan kelompok independen dalam mekanisme pemantauannya. Bahkan dalam pemilu 2004 dan 2009 dilakukan pemilihan presiden langsung oleh rakyat untuk memenuhi aturan konstitusi. Guna merangkum keseluruhan tipologi sistem politik yang pernah berlangsung di Indonesia, maka tabel berikut dimaksudkan untuk menyederhanakannya:


Dapat dipahami sistem politik politik Indonesia sejak berdirinya 1945 hingga saat ini tidaklah monolitik melainkan berubah-ubah sesuai variasi tuntutan dan dukungan pada struktur input serta pengaruh lingkungan intrasocietal dan extrasocietal. Kapabilitas sistem politik di masing-masing tipologi sistem politik berbeda. 

Dalam Demokrasi Liberal I kemampuan responsif tinggi, tetapi empat kemampuan lainnya yaitu distributif, ekstraktif, regulatif, dan simbolik rendah. Dalam Otoritarian Kontemporer I kemampuan simbolik dan ekstraktif tinggi sementara kemampuan responsif, regulatif, dan distributif rendah. Dalam Kediktatoran Militer kemampuan regulatif, simbolik, dan ekstraktif tinggi sementara kemampuan responsif rendah. 

Dalam Otoritarian Kontemporer II kemampuan simbolik, ekstraktif, distributif, dan regulatif tinggi sementara kemampuan responsif rendah. Dalam Demokrasi Liberal II kemampuan responsif, ekstraktif, dan distributif tinggi sementara kemampuan simbolik dan regulatif rendah.

Catatan Kaki

[1] B.J. Habibie, Detik-detik yang Menentukan (Jakarta: THC Mandiri, 2006) h. 117.